Translate

Jumat, 20 September 2013

Seni dan kehidupan

Aceharts Yogyakarta- Kita mulai saja dengan menjelaskan bahwa seni adalah sebuah kebutuhan hidup, seperti halnya perut yang membutuhkan lobang pembuangan. Maka sebagai makhluk yang berekspresi, seni merupakan suatu ruang bagi tersalurnya ekspresi secara baik, supaya hidup tidak melarat seperti kejadian kembung perut akibat angin tersumbat.
Sebagai makhluk yang memiliki rasa, kehidupan manusia tidak pernah lepas dari peristiwa seni, karena seni adalah juga rasa, lalu terjadilah suatu peristiwa dalam hidup seperti saat berkaca, berhias, memilih barang-barang, berbicara, bergerak, dan lainnya, sungguh pun waktu penghayatan terhadap rasa atau peristiwa yang menjadi pengalaman estetik hanya sesaat saja, namun pengalaman akan rasa itu sangat membahagiakan manusia. Oleh karena itu manusia ingin mempertahankan kebahagiaan itu dengan memperpanjang, bahkan mengabadikan rasa estetik yang tidak abadi itu melalui karya seni yang diciptakan.
Sebagai seni, tidak pun kemanfaatannya hanya sebagai media untuk melampiaskan kemarahan, melakukan kritik, pemujian dan lainnya. Namun dari itu, perannya dalam mengembangkan kesadaran dan membantu memajukan sistem sosial melalui berbagai bidang adalah wajib tidak diabaikan. Diantara nya pada bidang pendidikan, seni telah menjadi mediator penyampaian pesan dalam proses belajar mengajar. Berbagai metode yang menghadirkan seni telah dikembangkan, baik melalui musik, permainan (game), ilustrasi, poster, lukisan, seni peran, humor dan lainnya. Lalu di bidang industri, seni juga memiliki fungsi yang tidak bisa disanggah, keberadaan seni yang menciptakan produk-produk kreatif dan estetis telah mendatangkan nilai ekonomis yang tinggi dan mampu membangun tatanan sejahtera masyarakatnya. Sebagai bukti, Jepang misalnya, sebuah bangsa di benua Asia yang berhasil membangun masyarakatnya dan mensejajarkan dirinya secara cepat dengan Negara-negara Barat setelah kalah pada perang dunia ke-II, dan tiada lain diri kunci keberhasilan Jepang adalah karena pemanfaatan yang maksimal terhadap nilai-nilai kearifan yang tersisa dalam kebudayaannya, terutama dari keseniannya yang sangat menonjol dan telah menciptakan iklim kreativitas yang luar biasa.
Di Indonesia juga ada Bandung, Yogyakarta, dan Solo yang juga berhasil mensejahterakan masyarakatnya dengan mempertahankan seni sebagai basis kreativitas. Dalam bidang kesehatan pun, seni tidak hanya menjadi media terapi psikis dan kejiwaan karena mampu untuk meningkatkan kemampuan kognitif, ingatan, mengurangi stres dan depresi, meningkatkan kemampuan mata, telinga dan panca indera lainnya. Dan dalam bidang keagamaan pun juga, kemunculan seni sangat berguna untuk menjadi media dalam menyampaikan nilai-nilai islami, lihat saja karya-karya dalam bentuk seni sastra yang diciptakan para ulama tempo dulu, diantaranya yaitu Ali Ibn Abi Thalib melalui Nahjul Balaghah (puncak kefasihan), Rumi dengan al-Mastnawi, al-Ghazali dalam karya Kimiya al-Sa’adah (Kimia kebahagiaan), dan Ziryab, penyair muslim Andalusia yang mengalahkan kedigjayaan para seniman kerajaan melalui untaian bait syair syahdunya. Begitu pun sang penyair sekaligus ulama besar Aceh Hamzah Fansury era kesultanan Aceh Darussalam yang mencerahkan keluhuran pekerti masyarakat dengan Syair masyhurnya “perahu”. Tidak hanya seni sastra, seni rupa, seni pertunjukan dan musik pun telah menunjukkan perannya yang nyata melalui ornament-ornamen, arsitektur-arsitektur, kaligrafi, tari-tarian, irama-irama dalam membaca Al-Qur’an, shalawat, dan zikir.
Dari uraian diatas, seni seyogyanya menjadi salah satu barometer dalam membangun manusia, terutama karena seni memiliki hubungan integralistik dengan kehidupan, baik secara vertikal maupun horizontal. Secara horizontal, kesenian mempererat tali persaudaran, merawat kasih sayang, memperhalus budi, mempertajam solidaritas sesama, dan memperkaya khazanah kehidupan. Sedangkan secara vertikal, kesenian meretas jalan menuju Sang Pencipta, mendekat dan bersahabat dengan-Nya, sehingga para sufi sejak era klasik hingga zaman sekarang mengekspresikan puncak spiriualitas mereka dalam aneka karya seni. Karenanya, seni menjadi salah satu sasaran pembangunan yang perlu mendapat perhatian serius dari berbagai pihak, terutama pemerintah. Sejarah telah membuktikan bahwa puncak kegemilangan suatu bangsa sangat ditentukan oleh kualitas seni budaya.
untuk menjadikan kesenian sebagai salah satu ranah penting pembangunan Aceh, meniscayakan langkah-langkah struktural, kultural, dan sosial menjadi tugas dan tanggung jawab pemerintah, kaum intelektual/ ulama, seniman dan masyarakat. Pra-syarat penting yang harus ditancapkan pemerintah adalah komitmen dan kehendak politik untuk merumuskan berbagai kebijakan pelestarian dan pengembangan seni, baik berupa regulasi, apresiasi, maupun penciptaan kondisi dan lingkungan yang kondusif bagi sebuah kreativitas. Dengan demikian, kita tidak lagi mengatakan bahwa seni terpisah dari pembangunan apalagi kehidupan, sehingga masyarakat memiliki masa lalu yang dapat dirangkul dan masa depan yang diimpikan. Kaum intelektual/ulama berkewajiban untuk meneliti, menulis, dan mengembangkan berbagai khazanah kesenian. Karena sejatinya kita adalah makhluk dengan keindahan, keberagaman, dan berfikir, maka dengan seni kita akan semakin kritis memandang dunia yang semakin kacau balau ini. Hegel lewat tulisannya dalam Philosophy of Fine Art berpendapat, bahwa seni bersikap kritis terhadap dunia untuk menciptakan rasa rindu akan perasaan keindahan yang mampu menyingkirkan segala buruk dan tercela dalam realitas politik praktis. Maka dari itu, kegagalan karya seni memainkan posisi kritisnya adalah akar dari krisis kultural. Ambillah yang baik dari yang lama dalam kesenian, dan perbaharuilah bila ada yang lebih baik. Semoga seni selalu bermanfaat bagi kita makhluk hidup. Wallahu ‘A’lam.

Penulis adalah mahasiswa Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta, aktivis untuk seni Aceh, inisiator Seniman Perantauan Atjeh (SePAt).
Fb: Tu-ngang Iskandar. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar